Suatu
ketika layar televisi menayangkan film perjuangan pahlawan. Karena menarik,
tidak ada salahnya menonton. Di dalam film itu, lima sekawan berperan menjadi
intelejen Republik Indonesia. Misi mereka sungguh sangat sulit untuk tentara
biasa pada jaman pasca kemerdekaan. Kesulitan mereka tidak hanya berjuang
melemahkan tentara Belanda melainkan juga harus mencari ‘tikus’ di dalam TNI.
Tim intelejen yang terdiri dari
Amir, Dayan, Marius, Tomas, dan Senja memiliki latar belakang yang berbeda.
Amir awalnya hanya seorang guru biasa dan dari penampilannya ia adalah seorang
golongan priyayi. Kehidupannya sederhana. Saat memutuskan untuk mengangkat
senjata, Amir harus meninggalkan istrinya yang sedang mengandung. Dayan berasal
dari Bali. Dia merupakan seorang penganut Hindu taat. Dalam berperang, Dayan
lah orang yang paling tegas. Marius pada awalnya seorang pengecut yang
mempunyai darah keturunan. Kerjaannya saat istirahat dalam tugas hanyalah
mabuk. Ia suka menggoda Senja yang menjadi pujaan Tomas. Tomas ialah pemuda
paling emosional dalam tim. Dia seorang Katolik. Tomas mempunyai hubungan kuat
dengan Senja. Ia sering terlibat adu mulut dengan Marius. Senja menjadi
satu-satunya wanita dalam tim. Motifnya bergabung dengan tim adalah dendam
karena kakak dan orang tuanya dibunuh oleh tentara Belanda.
Film yang kebetulan tertonton ini
merencanakan misi akhir untuk menghancurkan pangkalan udara Belanda. Kembali
ditegaskan bahwa perjuangan lima orang itu tidak mudah. Amir, Senja, dan Tomas
pada perang terakhir nyaris tewas dimbombardir senapan serbu.Dayan kehilangan
lidah karena tidak mau membocorkan misi saat tertangkap. Marius tidak dipercaya
oleh kawan setim. Penderitaan paling parah ialah ketika salah satu misi sebelum
misi terakhir dibocorkan oleh rekan sesama TNI. Bocornya misi berakibat pada
tertangkapnya Dayan. Sesaat sebelum Dayan muncul pada misi terakhir, mental
keempat temannya telah lumpuh. Untunglah Dayan datang dan keadaan berbalik.
Marius yang berusaha mengembalikan harga dirinya berperan di saat-saat terakhir
dengan mengendarai pesawat terbang untuk kabur bersama timnya. Misi pada
akhirnya sukses. Salah satu pangkalan udara Belanda yang telah diincar lenyap.
Melihat perjuangan mereka tidak ada
habisnya mulut mengucap syukur. Tidak disangka tekad satu tim sangat kuat untuk
mempertahankan kemerdekaan. Semangat merah putih dalam dada mereka tak pernah
padam. Sayangnya, semangat merah putih kelimanya mulai pudar akhir-akhir ini.
Semangat merah putih terlihat
berganti menjadi semangat penjajah. Pemimpin-pemimpin bangsa yang haus menghisap
darah rakyatnya sendiri. Mereka hanya mengincar kekuasaan, tak ada bedanya
dengan tentara berkulit putih di masa lalu. Kalau mau bukti, lihat saja koran
di pagi hari yang selalu dipenuhi dengan konflik politik. Berita semacam itu misalnya
pemimpin yang mengamankan partai, ada juga mafia yang tidak bertanggung jawab
setelah menyemprotkan lumpur, menteri yang menyalonkan diri sebelum periode
kabinet berakhir, dan kasus lainnya yang membuat mata berkunang-kunang.
Andai
saja mereka melihat film perjuangan lima sekawan itu, terbersit pikiran apakah
mereka masih seperti sifat lamanya. Muncul pula pertanyaan apakah mereka
mempunyai keberanian menyobek warna biru dalam jiwa mereka seperti perjuangan
pemuda di Surabaya puluhan tahun yang lalu. Andai saja mereka telah melihat dan
tetap seperti sedia kala, tidak ada salahnya banyak manusia yang menjadi
Wibisana, salah seorang karakter dalam wayang.

No comments:
Post a Comment